Perkara Yang Tertinggal Dalam Shalat : (Fardhu, Sunnah & Haiat) – Pada kesemptan kali ini Fiqih.co.id akan menerangkan tentang Hal-hal yang tertinggal dalam shalat. Keterangan ini kami ambilkan dari fiqih dalam madzhab Syafi’i.
Daftar Isi
Perkara Yang Tertinggal Dalam Shalat : (Fardhu, Sunnah & Haiat)
Uraian tentang perkara yang tertinggal dalam shalat. Dalam Pemabahsanya kami menukilnya pada satu pasal dari Kitab Fathul-qoribul Mujib.
Mukodimah
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ
Para Pembaca, Kaum Muslimiin muslimat, mukminiin mukminat dan Para Santri, Rahimakumllah. Dalam pembahasan perkara yang tertinggal dalam shalat ini kami sampaikan sesuai yang kami baca dalam Fathul qorib.
Oleh karenanya kami mohon ma’af jika penjelasan kami ini sekira tidak berkenan. Dan untuk lebih jelsanya mari kita baca bersama uraian berikut ini:
Perkara Yang Tertinggal Dalam Shalat
﯁(فَصْلٌ): وَالْمَتْرُوْكُ مِنَ الصَّلَاةِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ فَرْضٌ). وَيُسَمَّى بِالرُّكْنِ أَيْضاً (وَسُنَّةٌ وَهَيْئَةٌ) وَهُمَا مَا عَدَا الْفَرْضِ وَبَيَنَ الْمُصَنِفُ الثَّلَاثَةَ فِيْ قَوْلِهِ (فَالْفَرْضُ لَا يَنُوْبُ عَنْهُ سُجُوْدُ السَّهْوِ بَلْ إِنْ ذَكَرَهُ) أَيْ الْفَرْضَ، وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ أَتَى بِهِ وَتَمَّتْ صَلَاتُهُ أَوْ ذَكَرَهُ بَعْدَ السَّلَامِ (وَالزَّمَانُ قَرِيْبُ أَتَى بِهِ وَبَنَى عَلَيْهِ) مَا بَقِيَ مِنَ الصَّلَاةِ
Pasal: Menerangkan tentang hal-hal yang tertinggal dalam shalat itu ada 3 perkara. yaitu :
- Fardhunya shalat atau boleh juga disebut rukunnya shalat.
- Sunnahnya shalat.
- Hai’atnya shalat.
Sunnah dan hai’atnya shalat itu keduanya adalah suatu perkara selain dari pada fardhu.
Fardhu, Sunnah Dan Haiat Sholat
Kemudian mushannif menerangkan ketiga perkara tadi, bahwa fardhu yang tertinggal itu tidak dapat diganti dengan sujud sahwi. Tetapi bilamana ia teringat kembali akan fardhu yang tertinggal dalam shalat tersebut, maka hendaknya mengerjakan fardhu itu dan menyempurnakan shalatnya.
Atau jika ia teringat sesudah salam, sedang waktunya baru sebentar, maka hendaknya cepat-cepat mengerjakan fardhu yang tertinggal itu.
Kemudian menyempurnakan perkara-perkara shalat yang masih belum dikerjakan. Dan supaya mengerjakan sujud sahwi (karena lupa).
Hukum Sujud Sahwi
﯁(وَسَجَدَ لِلسَّهْوِ) وَهُوَ سُنَّةٌ كَمَا سَيَأْتِيْ، لَكِنْ عِنْدَ تَرَكِ مَأْمُوْرٍ بِهِ فِيْ الصَّلَاةِ أَوْ فَعْلٍ مَنْهِيٍ عَنْهُ فِيْهَا
Adapun sujud sahwi, maka hukumnya sunnah, sebagaimana yang akan dating. Akan tetapi adanya sujud sahwi dilakukan adalah ketika (orang yang shalat) tertinggal (karena lupa) mengerjakan perkara yang diperintahkan dalam shalat. Atau mengerjakan perkara yang dilarang.
Sunnah Shalat Yang Tertinggal
﯁(وَالسُّنَّةُ) إِنْ تَرَكَهَا الْمُصَلِّي (لَا يَعُوْدُ إِلَيْهَا بَعْدَ التَّلَبُسِ بِالْفَرْضِ) فَمَنْ تَرَكَ التَّشَهُدَ الْأَوَّلَ مَثَلاً فَذَكَرَهُ بَعْدَ اعْتِدَالِهِ مُسْتَوِياً لَا يَعُوْدُ إِلَيْهِ فَإِنْ عَادَ إِلَيْهِ عَامِداً عَالِماً بِتَحْرِيْمِهِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ، أَوْ نَاسِياً أَنَّهُ فِيْ الصَّلَاةِ أَوْ جَاهِلاً فَلَا تَبْطُلُ صَلَاتُهُ، وَيَلْزِمُهُ الْقِيَامُ عِنْدَ تَذَكُّرِهِ، وَإِنْ كَانَ مَأْمُوْماً عَادَ وُجُوْباً لِمُتَابِعَةِ إِمَامِهِ (لَكِنَّهُ يَسْجُدُ لِلسَّهْوِ عَنْهَا) فِيْ صُوْرَةِ عَدَمِ الْعَوْدِ أَوِ الْعَوْدِ نَاسِياً
Jika seseorang yang shalat itu meninggalkan perkara sunnah, maka ia tidak boleh mengulang kembali sesudah mengerjakan yang fardhu.
Barangsiapa meninggalkan tahiyyat awal misalnya, kemudian teringat sesudah ia berdiri tegak, maka tidak boleh mengulang tahiyyat awalnya. Jika ia mengulang tahiyyatnya dengan sengaja dan mengetahui keharamannya, maka menjadi bathal shalatnya. Atau ia mengulangi tahiyyatnya karena lupa bahwa sesungguhnya dirinya itu berada di dalam shalat, atau memang tidak mengetahui (bodoh), maka tidak bathal shalatnya.
Dan baginya wajib terus berdiri ketika ia teringat. Jika ia bersetatus makmum, maka ia wajib mengulang kembali, karena ia harus mengikuti kepada imamnya. Tetapi hendaknya ia melakukan sujud sahwi karena tertinggal mengerjakan sunnah sebagaimana dalam contoh diperbolehkannya tidak mengulang yang tertinggal itu atau mengulang karena kelupaan.
Pengertian Sunnah Dalam Shalat
وَأَرَادَ الْمُصَنِفُ بِالسُّنَّةِ هُنَا الْأَبْعَاضَ السِّتَةَ، وَهِيَ التَّشَهُدُ الْأَوَّلِ وَقُعُوْدُهُ وَالْقُنُوْتُ فِيْ الصُّبْحِ، وَفِي آخِرِ الْوِتْرِ فِيْ النِّصْفِ الثَّانِي مِنْ رَمَضَانَ وَالْقِيَامُ لِلْقُنُوْتِ، وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ فِيْ التَّشَهُدِ الْأَوَّلِ، وَالصَّلَاةُ عَلَى الآلِ فِيْ التَّشَهُدِ الْأَخِيْرِ
Menurut pendapat mushannif, bahwa pengertian sunnah di sini, ialah sunnah Ab’adh yang jumlahnya ada enam, yaitu :
- Tahiyyat awal.
- Duduk pada tahiyyat awal.
- Berdoa gunut dalam shalat shubuh.
- Pada akhir shalat witir dalam setengah yang akhir bulan Ramadlan.
- Berdiri karena berdoa gunut.
- Membaca shalawat Nabi dan keluarganya dalam tahiyyat akhir.
Sunnah Haiat Shalat
﯁(وَالْهَيْئَةُ) كَالتَّسْبِيْحَاتِ وَنَحْوِهَا مِمَّا لَا يُجْبَرُ بِالسُّجُوْدِ (لَا يَعُوْدُ) الْمُصَلِّي (إِلَيْهَا بَعْدَ تَرْكِهَا وَلَا يَسْجُدُ لِلسَّهْوِ عَنْهَا) سَوَاءٌ تَرَكَهَا عَمْداً أَوْ سَهْواً
Adapun Sunnah Haiat yaitu seperti membaca tasbih dalam ruku’, sujud dan sebagainya dari perkara-perkara yang tidak boleh ditambal dengan sujud sahwi.
Bagi orang yang shalat tidak boleh mengulang kembali akan sunnah haiat sesudah tertinggal dan tidak perlu melakukan sujud sahwi. Sunah Haiat Tersebut baik tertinggalnya itu dengan sengaja atau karena memang lupa.
Ragu-ragu Dalam Shalat
﯁(وَإِذَا شَكَّ) الْمُصَلِّي (فِيْ عَدَدِ مَا أَتَى بِهِ مِنَ الرَّكَعَاتِ) كَمَنْ شَكَّ هَلْ صَلَّى ثَلَاثاً أَوْ أَرْبَعاً (بَنَى عَلَى الْيَقِيْنِ وَهُوَ الْأَقَلُ) كَالثَّلَاثَةِ فِيْ هَذَا الْمِثَالِ وَأَتَى بِرَكْعَةٍ (وَسَجَدَ لِلسَّهْوِ) وَلَا يَنْفَعُهُ غَلَبَةُ الظَّنِّ أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعاً، وَلَا يَعْمَلُ بِقَوْلِ غَيْرِهِ لَهُ أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعاً، وَلَوْ بَلَغَ ذَلِكَ الْقَائِلُ عَدَدَ التَّوَاتُرِ
Apabila orang yang shalat itu ragu-ragu dalam bilangan rakaat yang telah ia kerjakan sebagaimana ragu-ragu, apakah ia sudah shalat tiga atau empat rakaat, maka hendaknya menetapkan yang telah nyata (yang yakin).
Karena itulah yang lebih sedikit seperti tiga rakaat dalam contoh ini dan kemudian mengerjakan satu rakaat lagi.
Dan tidak ada gunanya orang tersebut menerapkan berdasarkan dugaan, bahwa ia telah mengerjakan shalat empat rakaat.
Demikian juga tidak boleh mengerjakan rakaat shalatnya itu berdasarkan ucapan orang lain, bahwa sesungguhnya ia sudah mengerjakan empat rakaat. Meskipun ucapan orang tersebut tepat mengenai bilangan beberapa rakaat yang telah dikerjakan oleh orang yang shalat tersebut.
Waktu Sujud Sahwi
وَسُجُوْدُ السَّهْوِ سُنَّةٌ) كَمَا سَبَقَ (وَمَحَلُهُ قَبْلَ السَّلَامِ) فَإِنْ سَلَّمَ الْمُصَلِّي عَامِداً عَالِماً بِالسَّهْوِ أَوْ نَاسِياً وَطَالَ الْفَصْلُ عُرْفاً فَاتَ مَحَلُهُ، وَإِنْ قَصَرَ الْفَصْلُ عُرْفاً لَمْ يَفُتُ وَحِيْنَئِذٍ فَلَهُ السُّجُوْدُ وَتَرْكُهُ)
Adapun sujud sahwi itu sendiri hukumnya sunnah, sebagaimana keterangan terdahulu. Sedang tempatnya mengerjakan sujud sahwi yaitu sebelum salam.
Oleh karenanya jika orang yang shalat sengaja salam disertai kesadaran akan kelupaannya, atau memang lupa dan masa berpisahnya sudah lama menurut pandangan kebiasaan yang berlaku, maka tempatnya sujud sahwi itu dinyatakan tertinggal.
Bila baru sebentar masa berpisahnya, maka tidak dinyatakan fot dan ketika dalam keadaan yang demikian ini (yakni tidak fot sujud sahwinya) maka baginya boleh mengerjakan sujud sahwi atau meninggalkannya.
Demikian Uraian kami tentang: Perkara Yang Tertinggal Dalam Shalat : (Fardhu, Sunnah & Haiat) – Semoga bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu pengetahuan untuk kita semua. Abaikan saja uraia kami ini jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab.