Sa’i Haji, Adalah Rukun Haji Yang Dikerjakan Setelah Tawaf – Assalaamu ’alaikum wa rohmatullahi wa barokaatuh. Dhuyufullah, Para Tamu Allah yang dirahmati Allah ‘azza wa jalla. Pada halam ini fiqih.co.id akan memeberikan Materi mengenai Sa’i Rukun Hajhi. Tawaf dan Sa’i itu adalah salahsatu dari rukun haji dan Umrah.
Di dalam Materi ini kami sampaikan penjhelasan singkat mengutip dari salah satu kitab fiqih haji. Isi materi pada halaman ini khusus mengenai Sa’i, Adapun penjelasan singkatnya silahkan jamaah baca di bawah ini.
Daftar Isi
Sa’i Haji, Adalah Rukun Haji Yang Dikerjakan Setelah Tawaf
Sebagimana yelah kami sebutkan di atas bahwa Tawaf dan Sa’i ini adalah merupakan salasatu dari rukun Umrah dan Haji. Dan kita semua tantunya sama memahami bahwa rukun ini adalah pekerjaan yang fital, artinya tidak bisa diganti dengan membayar dam.
Oleh karena itu jamaah mesti faham betul dalam pelaksanaannya agar Tawaf dan Sa’i yang akan dan telah dikerjakan oleh jamaah semua sesuai dengan tata tertibnya.
Baiklah jamaah sekalian yang kami kagumi rahima kumullah. Di bawah ini kami akan menukilkan sedikit keterangan dari fan fiqih mengenai Sa’i.
Sa’i Haji
Untuk diketahui bahwa Sa’i ini baik haji maupun umrah status hukumnya itu sama yaitu rukun. Yakni Sa’i adalah rukun dan bukan wajib. Dalam Ibadah haji mau pun ibadah umrah itu ada rukunnya dan ada pula wajibnya.
Diterangkan dalam Fiqih Haji sebagai berikut;
وَمِنْ أَرْكَانِ الْحَجِّ السَّعْيُ لِفَعْلِهِ عَلَيْهِ الصّلَاةُ وَالسَّلامُ، وَلِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصّلَاةُ وَالسَّلامُ وَهُوَ يَسْعَى (اسْعَوْا فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى كَتَبَ عَلَيْكُمُ السَّعْيَ) [صحيح : أخرجه أحمد 6/421، والشافعي : حديث رقم : 1025، والدار قطني: حديث رقم : 270، والبيهقي: حديث رقم : 5/98، وأبو نعيم : حديث رقم : 9/159] وَلِأَنَّهُ نُسُكٌ يُفْعَلُ فِيْ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَكَانَ رُكْنًا كَالطَّوَافِ
Di an tara rukun haji ialah sa’i, karena sa’i dijalankan oleh Nabi Mluhammad s.a.w., dan beliau pernah bersabda pada waktu sa’i: “Hendaklah kamu menjalankan sa’i, karena Allah Ta’ala mewejibkan se’i kepada kamu semua”.
Lain daripada itu, sa’i adalah nusuk yang mesti dilakukan pada saat haji dan umrah. Jadi ia dianggap rukun seperti halnya tawaf.
Syarat Pelaksanaan Sa’i Haji
Dalam mengerajkan Sa’i haji ini disyaratkan pengerjaannya harus setelah mengerjak Tawaf Ifadhah. Telah dijelaskan dalam salah satu fan fiqih haji sebagai berikut;
وَيُشْتَرَطُ وُقُوْعُهُ بَعْدَ طَوَافٍ صَحِيْحٍ سَوَاءٌ كَانَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ أَوْ طَوَافَ الْقُدُوْمِ فَلَوْ سَعِيَ بَعْدَ طَوَافِ الْقُدُوْمِ أَجْزَأَهُ، وَلَا يُسْتَحَبُّ بَعْدَ طَوَافِ الْإِفَاضَةِ بَلْ قَالَ شَيْخُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ : يُكْرَهُ
Sa’i disyaratkan jatuh setelah menjalankan tawaf yang shahih. Baik setelah tawaf Ifadhah maupun setelah tawaf Qudum.
Jadi andaikata orang itu menjalankan sa’i setelah tawaf Qudum, sah sa’inya. Dan orang itu tidak disunahkan melakukan sa’i setelah tawaf Ifadhah. Bahkan Syaikh Abu Muhammad menghukumkan makruh.
Mohon difahami bahwa yang dimaksud dengan tawaf qudum itu adalah tawaf yang pertama kali kita datang ke Makkah dan hukumnya sunnah. Sedangkan Tawaf ifadhah ini statusnya rukun.
Tertibnya Sa’i
Dalam pengerjaan Sa’i Haji maupun Sa’i Umrah itu mesti tertib. Seperti yang telah diterangkan dalam fiqih haji sebagai berikut;
وَيُشْتَرَطُ التَّرْتِيْبُ بِأَنْ يَبْدَأَ بِالصَّفَّا فَإِذَا وَصَلَ إِلَى الْمَرْوَةَ فَهِيَ مَرَّةٌ، وَيُشْتَرَطُ فِيْ الثَّانِيَةِ أَنْ يَبْدَأَ بِالْمَرْوَةَ فَإِذَا وَصَلَ إِلَى الصَّفَّا فَهِيَ مَرَّةٌ ثَانِيَةٌ، وَيَجِبُ أَنْ يَسْعَى بَيْنَ الصَّفَّا وَالْمَرْوَةَ سَبْعًا لِفَعْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَلَا يُشْتَرَطُ فِيْهِ الطَّهَارَةُ وَ لَا سَتْرُ الْعَوْرَةِ وَلَا سِائِرُ الشُّرُوْطِ الصَّلَاةِ
Di dalam sa’i disyaratkan tertib, yakni harus dimulai dari Shafa, kemudian setelah sampainya di Marwah baru dihitung satu kali. Untuk kali yang ke dua disyaratkan dimulai dari Marwah, kemudian setelah sampai di Shafa baru dikatakan kali yangkedua.
Orang yang sa’i, wajib sa’i antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali, karena yang demikian telah dijalankan oleh Nabi Muhammad shollahu ‘alahi wa sallam. Sa’i tidak disyaratkan harus bersuci dan menutupi aurat, dan tidak pula disyaratkan syarat-syarat lain yang terdapat di dalam shalat.
Sa’i Dengan Kursi Roda
Sa’i haji ataupun Sa’i umrah itu boleh ditandu, digotong atau dengan menggunakan kursi roda terutama bagi yang udzur. Sebagaimana keterangan berikut ini;
وَيَجُوْزُ رَاكِبًا وَالْأَفْضَلُ الْمَشْيُ وَلَوْ شَكَّ هَلْ سَعِيَ سَبْعًا أَوْ سِتًّا أَخَذَ بِالْأَقَلِّ كَالطَّوَافِ ثُمَّ السَّعْيِ لَا يُجْبَرُ بِدَمٍ كَبَقِيَةِ الْأَرْكَانِ وَلَا يَتَحَلَّلُ بِدُونِهِ كَمَا فِيْ بَقِيَةِ الْأَرْكَانِ والله اعلم
Orang yang sa’i boleh naik kendaraan apa saja, tapi yang lebih utama dengan berjalan.
Andaikata orang yang sa’i itu ragu-ragu, apakah sudah tujuh kali atau baru enam kali? Maka ia harus mengambil bilangan yang kecil sebagaimana tawaf. Sa’i tidak boleh ditebus dengan dam, sebagaimana rukun-rukun yang lain, dan orang ridak boleh halal (tahallul) tanpa sa’i, sebagaimana tanpa rukun-rukun yang lain. Wallahll-a’lam.
Menggunting Rambut
Setelah Sa’i haji atau setelah Sa’i umrah secara umum langsung pelaksanaan Tahalul dengan cara menggunting rambut. Halqun atau Taqshir, (yakni mencukur rambut atau mengguntingnya) ini adalah rukun. Taapi ada juga yang mengatakan bukan rukun
وَقَدْ أَهْمَلَ الشَّيْخُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى الْحَلْقَ أَوِ التَّقْصِيْرَ وَهُوَ رُكْنٌ عَلَى الْمَذْهَبِ وَادَّعَى الْإِمَامُ الْإِتِّفَاقَ عَلَى أَنَّهُ رُكْنٌ وَلَيْسَ مَا قَالَ والله اعلم. [كفاية الأخيار]
Di dalam kitab ini pengarang meninggalkan ‘cukur rambut atau gunting rambut, dimana keduanya adalah termasuk rukun haji menurut mazhab yang kuat, Imam Haramain menganggap adanya cukur rambut dan gunting rambut menjadi rukun haji itu sudah disepakati oleh para ‘Ulama. Namun yang benar tidaklah demikian. Wallahu-a’lam .
Pentup
Para pembaca yang budiman dan yang baik hati, untuk lebih baiknya lagi mengenai sa’i agar lebih faham keafshahannya sebaiknya pelajari lagi dari berbagai pandangan empat madzhab. Dan setelah aertikel ini antu penting membaca artikel selanjutnya yaitu link ini; Wajibnya Haji
Dan kami fiqih.co.id berharap kiranya pembaca jangan meras cukup dari artikel ini. Karena artikel ini sengeja kami ringkas supaya tidak bosan membacanya. Namun demikian mudah-mudahan para pembaca terinspirasi dari artikel ini
Dan Kami tetap menyarankan kepada semua jamaah calon haji kiranya dapat mengikuti manasik haji yang dibimbing oleh para pembimbing haji profesional bersertifikat. Sebab dalam urusan haji ini sering terjadi masalah-masalah baru yang belum tentu ada jawabannya dalam fiqih klasik, dan mesti dijawab oleh fiqih kontenporer.
Demikian ringkasan materi yang dapat kami sampaikan mengenai; Sa’i Haji, Adalah Rukun Haji Yang Dikerjakan Setelah Tawaf – mudah mudahan materi ini sedikit membantu dan bermanfaat. Mohon bagi jamaah yang tidak suka dengan materi ini untuk diabaikan saja. Kami menuliskan materi ini hanya buat saudara kami yang memang betul betul memerlukan saja. Materi ini juga bisa dijdaikan sebagai bahan Pemateri Manasik haji bagian fiqih haji. Terimakasih atas kinjungannya. Wallahul muwaffiq ila aqwamith thoriq.