Lantai Masjid, Pengertian, Perbedaan Antara Imam Dan Makmum – Pada Lembaran ini Fiqih.co.id akan menjelaskan tentang Lantai Masjid atau Mushalla. Banyak masji atau musholla yang kita tahu di beberapa tempat untuk berjama’ah shalat lima waktu.
Daftar Isi
Lantai Masjid, Pengertian, Perbedaan Antara Imam Dan Makmum
Tidak jarang kita temukan lantai masjid ataupun musholla seedikit berbeda antara tempat makmum dan imam. Ada banya yang kita dapati lantai pengimaman itu lebih tinggi dari lantai jama’ah. Lantas bagaiman itu hukumnya?, Wallahu a’lam. Mari kit abaca uaraian kami di bawah ini.
Mukodimah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ الـحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِيْنَ ،نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا مُـحَمَّدٍ أَرْسَلَهُ اللهُ رَحْـمَةً لِلْعَالَمِيْنَ ، وَعَلَى اٰلِهِ وَ أَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ أُمَّهَاتِ الـمُؤْمِنِيْنَ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin wal-mukminin rahimakumullah. Puji syukur al-hamdulillah, Shalawat salam semoga tetap tercurah kapada baginda nabi Muhammad ﷺ. Perkenankan kami pada lembaran ini untuk menyapaikan tentang lantai masjid atau musholla antara imam dan makmum. Jika Pembbaca tidak berkenan atau tidak sependapat mohon uraian kami ini diabaikan saja. Dan jika cocok dan spendapat maka boleh dilakukan.
Lantai Masjid
Yang dimaksudkan dengan lantai mesji adalah Alas dasar tempat berdiri dan duduk ketika kita shalat. Jika masjid atau mushaolla itu dibangun dengan model panggung maka bermacam lantai yang digunakan. Diantranya ada yang dari papan ada yang dari kulit kayu ada juga yang dari bambu.
Pengertian Lantai Masjid
Adapun pengertiannya adalah Lantai dasar yang umumnya jika pada bangunan permanen maka lantainya juga permanen. Lantai tersebut akan disesuai dengan kemampuan jama’ahnya. Ada bermacam lantai, misalnya ada yang hanya smen biasa, keramik, geranit dan marmer. Semua itu tidak ada permasalahan selama bahan bangunnannya dianggap suci dari najis.
Ada hal yang memang perlu juga dipertimbangkan mengenai perbedaanya. Perbedaan di sini yang sering kita dapati adalah antara lantai pengimaman dan lantai jama’ah. Wallahu ‘alam.
Lantaia Antara Imam Dan Makmum
Maksud kami Antara Imam dan Makmu ini adalah : Antara Lantai Imam dan Makmum. Jadi seperti yang banyak kita temui di berbagai tempat baik masjid ataupun Musholla, lantai Imam dan Makmum itu berbeda. Jadi lantai Imam sedikit lebih tinggi dibanding lantai yang untuk jama’ah. Kemudian bagaimana Pertimbangannya?, Kami tidak bisa menjawabnya melainkan berikut ini yang bisa kami hadirkan.
Dalil Hukum Perbedaan Lantai Imam dan Makmum
Keterangan yang pernah kami baca dalam Kitab Asnal-mathalib Syarah Raudhuth-Thalib. Muallifnya: زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري adalah sebagai berikut:
وَيُكْرَهُ أَنْ يَرْتَفِعَ أَحَدُ مَوْقِفَيْ الْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ عَلَى الْآخَرِ لِأَنَّ حُذَيْفَةَ أَمَّ النَّاسَ عَلَى دُكَّانٍ في الْمَدَائِنِ فَأَخَذَ ابْنُ مَسْعُودٍ بِقَمِيصِهِ فَجَذَبَهُ فَلَمَّا فَرَغَ من صَلَاتِهِ قال أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَنْهَوْنَ عَنْ ذَلِكَ قَالَ بَلَى قَدْ ذَكَرْتُ حِيْنَ جَذَبْتنِي رَوَاهُ أبو دَاوُدَ وَالْحَاكِمُ
Artinya: “Dimakruhkan salah satu tempat atau posisi imam dan makmum lebih tinggi atas yang lain karena ada riwayat yang menyatakan bahwa sahabat Hudzaifah r.a. pernah mengimami orang-orang di kota Madain di atas dukkan, lantas Ibnu Mas’ud RA memegang gamis dan menariknya. Ketika Hudzaifah selesai dari shalatnya, Ibnu Mas’ud berkata, “Apakah kamu tidak tahu bahwa mereka melarang hal itu.” Hudzaifah pun menjawab, ‘Tentu aku tahu, sungguh aku ingat ketika kamu menarik gamisku.” Ini telah diriwayatkan Abu Dawud dan Hakim.
وقال صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ، وَقِيسَ بِذَلِكَ عَكْسُهُ
Hakim berkata bahwa riwayat ini adalah sahih sesuai persyaratan kesahihan yang ditetapkan Bukhari dan Muslim. Juga sebaliknya (makmum lebih tinggi dari imam) dikiaskan dengan hal tersebut. (Lihat Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudlatit Thalib, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman 234).
Penjelasan:
Dari Uraian tersebut ada poin-poin penting yang harus kita garis bawahi.
Poko permasalahannya adalah:
- Apakah perihal itu terjadi karena kebutuhan?.
- Ataukah itu terjadi karena hanya naluri saja?.
- Jika itu terjadi karena kebituhan maka perihal itu boleh bahkan barangkali bisa menjadi “sunnah” Wallahu ‘alam.
- Kalau bukan karena keterpaksaan, maka makruh hukumnya lantai pengimaman lebih tinggi dari lantai jama’ah.
- Dan dalam keadaan tertentu semua itu bisa boleh, karena memang kondisinya.
Kemudian seberapa batasan ketinggian tempat imam atau makmum yang memiliki nilai hukum makruh?
Pertama, yang kami baca sebagaimana pada lanjutan tulisan dalam kitab tersebut sebagai berikut:
فَإِنْ احْتَاجَهُ ) أَيْ الِارْتِفَاعَ ( الْإِمَامُ لِتَعْلِيمِ الصَّلَاةِ ) ، أَوْ لِغَيْرِهِ ( أَوْ الْمَأْمُومُ لِتَبْلِيغِ تَكْبِيرَةِ الْإِمَامِ ) ، أَوْ لِغَيْرِهِ (اُسْتُحِبَّ ) لِتَحْصِيلِ هَذَا الْمَقْصُودِ
Artinya: Jika Tingginya Tempat untk Imam itu memang dibutuhkan dengan alasan supaya dapat memberi tahu shalat atau ada maksud lain, atau makmum butuh agar sampai takbirnya iamam, atau ada kebutuhan lain, maka hal itu disukai (disunahkan) karena supaya berhasilnya maksud tersebut.
Kedua: al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi memberikan penjelasan yang singkat kami sudah cukup memadai. Menurutnya, tinggi dalam hal ini tinggi yang kasat mata kendati hanya sedikit. Tetapi jika Masyarakat Umum menganggapnya itu tinggi, maka tetap dihukumi makruh.
وَقَوْلُهُ: (اِرْتِفَاعُ أَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ) أَيْ اِرْتِفَاعًا يَظْهَرُ حِسًّا، وَإِنْ قَلَّ، حَيْثُ عَدَّهُ الْعُرْفُ اِرْتِفَاعًا
“Perkataannya ‘tingginya tempat salah satu dari keduanya di atas yang lain’, maksudnya adalah ketinggian yang kasat mata dimana ‘urf menganggapnya tinggi meskipun sedikit,” (Lihat al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Beirut Darul Fikr, juz, II, halaman 30).
Kesimpulan
Kesimpulan ini abaikan saja jika para pembaca tidak sependapat. Jadi menurut kami kesimpulannya adalah:
- Semestinya Lantai Masjid ataupun Mushalla itu rata setara, yakni sama rata dengan Lantai Imam.
- Hukumnya Makruh jika Lantai Imam dan Makmum tidak sama rata kecuali ada maksud yang harus dicapai.
- Shalat Jama’ah tetap sah sekalipun Lantai Imam dan Makmum tidak sama rata asal masih bersambung.
- Shalat Jama’ah tetap sah walaupun Lantai Imam dan Makmum tidak sama yakni ada yang di lantai bawah, di lantai atas di jalan ditrowongan bahkan sekalipun terputus tampatnya karena dalam keadaan terpaksa, contoh: berjama’ah di Masjidil-Harom di Musim panas, pasti ada yang tidak tersambung, adalam kondisi seperti ini, Allah maha tahi In syaa allah jama’ahnya sah.
Demikian Penjelasan singkat kami tentang Lantai Masjid, Pengertian, Perbedaan Antara Imam Dan Makmum – Semoga bermanfaat. Abaikan saja uraian kami ini, jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab wa billahit-taufiq wal-Hidayah. Sumber sebagian dikuti[ dari Dutadakwah