Pemberontak ; Pandangan Fiqih Mengenai Hukumnya (Al-Bughah) – Yakni sekelompok oaring yang membangkang kepada Pemimpin yang adil. Pada artikel ini fiqih.co.id akan menuliskan meteri tersebut dengan mengutip dari Fathul qoribul mujib.
Daftar Isi
Pemberontak ; Pandangan Fiqih Mengenai Hukumnya (Al-Bughah)
Mengenai masalah hukum “Al-Bughoh” atau dalam bahasa Indonesianya disebut dengan kata sekelompok orang yang membangkang kepada pemimpin yang adil.
Perkara tersebut ditegaskan dalam fan fiqih pada satu fasal khusus membahas perihal tersebut, dan dalam pada ini kami akan sampaika materionya sesuai yang kami pelajari.
Pemberontak
Berikut ini ialah fasal yang menerangkan mengenai hukum hukmnya “Al-Bughot” yakni pemberontak yang diterangkan sperti berikut ini;
فَصْلٌ): فِيْ أَحْكَامِ الْبُغَاةِ وَهُمْ فِرْقَةٌ مُسْلِمُوْنَ مُخَالِفُوْنَ لِلْإِمَامِ الْعَادِلِ، وَمُفْرَدُ الْبُغَاةِ بَاغٍ مِنَ الْبَغْيِ وَهُوَ الظُّلْمُ (وَيُقَاتَلُ) بِفَتْحِ مَا قَبْلَ آخِرِهِ (أَهْلُ الْبَغْيِ) أَيْ يُقَاتِلُهُمُ الْإِمَامُ (بِثَلَاثَةِ شَرَائِطَ)
P a s a l : Menerangkan tentang hukum-hukumnya pemberontak. Adapun yang disebut dengan “Bughat” = Pemberontak yaitu sekelompok orang-orang Islam yang sama membangkang kepada pemimpin (pemerintah) yang adil. Mufradnya kata Bughat yaitu “Baaghin” asal dari kata “Baghyu” artinya “aniaya”. Dan diperangi (kata “Yuqaatalu” dibaca dengan fat-hah pada hurup sebelum-akhirnya) si ahli pembangkang (al-bighot) artinya sang Imam harus memerangi mereka dengan tiga syarat, yaitu:
Syarat Memerang Pemberontak
أَحَدُهَا (أَن يَكُوْنُوْا فِيْ مَنْعَةٍ) بِأَنْ يَكُوْنَ لَهُمْ شَوْكَةٌ بِقُوَّةٍ وَعَدَدٍ، وَبِمُطَاعٍ فِيْهِمْ وَإِنْ لَمْ يَكُنِ الْمُطَاعُ إِمَاماً مَنْصُوْباً بِحَيْثُ يَحْتَاجُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ فِيْ رَدِّهِمْ لِطَاعَتِهِ إِلَى كُلْفَةٍ مِنْ بَذْلِ مَالٍ، وَتَحْصِيْلِ رِجَالٍ. فَإِنْ كَانُوْا أَفْرَاداً يَسْهُلُ ضَبْطُهُمْ فَلَيْسُوْا بُغَاةً
1 Mereka mempunyai potensi dalam memberontak sebab kuat atau banyak (jumlah orangnya) dan diikuti (bulat persatuan) di dalam mereka memberontak, meskipun yang mereka ikuti tersebut bukan imam (pemimpin). yang dinobatkan, sekiranya sang Imam yang adil berkehendak mengembalikan mereka untuk tunduk kepadanya seraya memerinci biaya yang tidak sedikit dan menyiapkan angkatan perang (tentara). Jika sang pemberontak itu satu persatu yang mudah mengurusinya (mengatasinya) maka tidaklah mereka dinamai dengan “Al-Bughot”.
وَ) الثَّانِيْ (أَنْ يَخْرُجُوْا عَنْ قَبْضَةِ الْإِمَامِ) الْعَادلِ إِمَّا بِتَرْكِ الْإِنْقِيَادِ لَهُ، أَوْ بِمَنْعِ حَقٍّ تَوَجَّهَ عَلَيْهِمْ، سَوَاءٌ كَانَ الْحَقُّ مَالِيّاً، أَوْ غَيْرَهُ كَحَدٍّ وَقِصَاصٍ
2 Mereka itu keluar dari (sikap tunduk kepada) kekuasaan pemerintahan yang adil, adakalanya meninggalkan (tidak mau) tunduk kepada Imam atau menolak kebenaran yang berada di hadapan mereka, baik kebenaran itu sebangsa harta atau lainnya, seperti hukuman cambuk atau hukum pembalasan.
وَ) الثَّالِثُ (أَنْ يَكُوْنَ لَهُمْ) أَيْ لِلْبُغَاةِ (تَأْوِيْلٌ سَائِغٌ) أَيْ مُحْتَمِلٌ كَمَا عَبَّرَ بِهِ بَعْضُ الْأَصْحَابِ كَمُطَالَبَةِ أَهْلِ صِفَّيْنِ بِدَمِ عُثْمَانَ حَيْثُ اِعْتَقَدُوْا أَنَّ عَلِيّاً رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَعْرِفُ مَنْ قَتَلَ عُثْمَانَ
3 Dan mereka mempunyai Takwil yang menyeleweng terhadap ajaran agama, artinya agak mirip sebagaimana sebagian para sahabat Imam Syafi’i mengibaratkannya seperti ahli perang Shiffin menuntut balas atas orang yang membunuh sahabat Utsman supaya mereka (ahli Shiffin) mempercayai bahwasanya sahabat Ali itu mengetahui orang yang mem bunuh Utsman.
Takwil Yang Batal
فَإِنْ كَانَ التَّأْوِيْلُ قَطْعِيَّ الْبُطْلَانِ، لَمْ يُعْتَبَرْ بَلْ صَاحِبُهُ مُعَانِدٌ، وَلَا يُقَاتِلُ الْإِمَامُ الْبُغَاةَ حَتَّى يَبْعَثَ إِلَيْهِمْ رَسُوْلاً أَمِيْناً فَطِناً يَسْأَلُهُمْ مَا يَكْرَهُوْنَهُ، فَإِنْ ذَكَرُوْا لَهُ مُظْلَمَةً هِيَ السَّبَبُ فِيْ اِمْتِنَاعِهِمْ عَنْ طَاعَتِهِ أَزَالِهَا، وَإِنْ لَمْ يَذْكُرُوا شَيْئاً أَوْ أَصَرُّوْا بَعْدَ إِزَالَةِ الْمَظْلَمَةِ عَلَى الْبَغْيِ نَصَحَهُمْ ثُمَّ أَعْلَمَهُمْ بِالْقِتَالِ
Bila Takwil itu dapat dipastikan kekeliruannya (kebathalannya) maka Takwil tersebut tidak dapat dijadikan pegangan, tetapi pembuat Takwil disebut orang yang ekstrim. Sang Imam (penguasa yang adil) tidak boleh memerangi para pemberontak, sehingga kepadanya datang utusan terpercaya dan pandai yang mempertanyakan tentang apa yang menyebabkan mereka tidak senang kepadanya.
Jika para pemberonta itu menjelaskan kepada utusan, bahwa yang menjadi sebab mereka membangkang tunduk kepada imam adalah tindak penganiayaan itu, maka hendaknya Sang Imain menghilangkan penganiayaan tersebut.
Dan bila mereka tidak menjelaskan sedikitpun atau mereka bersedia menetapi sesudah dihilangkan tindak penganiayaan atas diri mereka, maka hendaknya sang Imam memberikan nasehat atau memberitahu kepada mereka (bahwa mereka) akan dibunuh.
Keterangan :
Jadi bila pemberontak itu sudah diberikan nasihat oleh Imam secara baik-baik dan telah ditempuh cara-cara lain yang baik agar mereka bersedia mangakui motiv yang mendorong mereka bersikap keras (memberontak) tidak mau tunduk kepada imam yang adil tidak bersedia sadar diri dan bertaubat, mereka masih saja bersikap keras membangkang, maka sang Imam baru diperbolahkan, memberitahu, bahwa mereka akan dibunuh sebagai langkah yang terakhir.
Tawan Pemberontak Tidak Boleh Dibunuh
وَلَا يُقْتَلُ أَسِيْرُهُمْ) أَيْ الْبُغَاةِ فَإِنْ قَتَلَهُ شَخْصٌ عَادِلٌ فَلَا قِصَاصَ عَلَيْهِ فِيْ الْأَصَحِّ وَلَا يُطْلَقُ أَسِيْرُهُمْ، وَإِنْ كَانَ صَبِيّاً أَوِ امْرَأَةً حَتَّى تَنْقَضِيَ الْحَرْبُ وَيَتَفَرَّقُ جَمْعُهُمْ إِلَّا أَنْ يُطِيْعَ أَسِيْرُهُمْ مُخْتَاراً بِمُتَابِعَتِهِ لِلْإِمَامِ
Tidak boleh dibunuh tawanan dari mereka ( para pemberontak), jika ada seorang adil yang membunuhnya maka menurut pendapat yang lebih shahih, dia (yang membunuh) itu tidak wajib terkena hukum Qishash.
Tidak boleh tawanan mereka dilepaskan, meskipun anak kecil dan orang perempuan, sehingga pertempuran itu selesai dan menjadi pecah gerombolan kaum pemberontak, kecuali bila tawanan mereka itu tunduk dengan menyerahkan diri disebabkan tawanan itu mengikuti sang imam.
Harta Pemberontak Tidak Boleh Dirampas
وَلَا يُغْنَمُ مَالُهُمْ) وَيُرَدُّ سِلَاحُهُمْ وَخَيْلُهُمْ إِلَيْهِمْ إِذَا انْقَضَى الْحَرْبُ وَأُمِنَتْ غَائِلَتُهُمْ بِتَفَرُّقِهِمْ، أَوْ رَدِّهِمْ لِلطَّاعَةِ، وَلَا يُقَاتَلُوْنَ بِعَظِيْمٍ كَنَارٍ وَمَنْجَنِيْقٍ إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ فَيُقَاتَلُوْنَ بِذَلِكَ كَأَنْ قَاتَلُوْنَا بِهِ أَوْ أَحَاطُوْا بِنَا
Dan tidak boleh dirampas harta benda mereka, dan dikembalikan senjata dan kudanya kepada mereka, ketika telah selesai pertempuran dan sudah aman kecurigaan mereka sebab mereka bercerai-berai atau mereka kembali tunduk.
Bahwa mereka tidak boleh dibunh dengan perkara yang besar (agung), seperti dibakar dan di gantung kecuali karena terpaksa (dharurat) maka mereka boleh dibunuh dengan cara tersebut (di bakar atau digantung), sebagai mana mereka membunuh kepada kita dengan tindakan yang berat atau mereka mengepung kita.
Keterangan :
Apabila sewaktu-waktu pertempuran untuk menumpas kaum al-bughot telah selesai, baik karena adanya perdamaian atau memang mereka telah sadar menyerah diri dengan penuh tunduk kepada Imam yang adil maka seluruh tawanan mereka harus di kembalikan, demikian pula segala perlengkapan parsenjataan dan seluruh harta benda yang dapat tersita (dirampas) Hal ini disebabkan, bahwa seluruh hak milik kaum pemberontak itu tidak boleh dirampas (dijadikan barang rampasan) mengingat kaum al-bughot tersebtut adalah juga orang Islam yaitu orang Islam yang tidak puas dengan Imam yang adil.
وَلَا يُذَفَّفُ عَلَى جَرِيْحِهِمْ) وَالتَّذْفِيْفِ تَتْمِيْمُ الْقَتْلِ وَتَعْجِيْلُهُ
Para pemberontak yang telah luka-luka tidak boleh dipercepat proses pembunuhannya, maksudnya menyempurnakan dan mempercepat proses pembunuhannya.
Demikian Materi tentang ; Pemberontak ; Pandangan Fiqih Mengenai Hukumnya (Al-Bughah) – semoga saja materi yang sesingkat ini dapat difahami oleh para pembaca. Mohon abaikan saja bila dalam materi tersebut tidak sefaham dengan para pembaca. Terimaksih kami ucapkan atas kunjungannya.