Syarat Wajib Puasa Ramadhan Menurut Fiqih Dalam Fathul Qorib – Para Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang kami kagumi. Pada halaman ini kami Fiqih.co.id in syaa Allah akan memberikan materi singkat menghenai Syarat wajib puasa menurut ilmu fiqih.
Pada halaman sebelumnya kami sudah memberikan materi tentang Dalil wajibnya puasa. Dan pada halaman berikut ini simklah penjelasan singka tentang syarat-syaratnya wajib puasa.
Daftar Isi
Syarat Wajib Puasa Ramadhan Menurut Fiqih Dalam Fathul Qorib
Puasa ramadhan itu tidak diwajibkan bagi yang tidak terdapat beberapa syarat yang telah disebutkan dalam ketentuannya. Sebagaimana telah sama sama kita ketahui dalam ilmu fiqih bahwa syarat itu adalah merupakan hal yang menentukan. Oleh karena itu pada kesempatan inilah kami akan sampaikan secara singkat dan lebih spesifik.
Mukadimah
السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته بسم الله الرّحمن الرّحيم * الحمد لله الذي اسلمنا بالمسلمين المؤمنين وصلى الله على خاتم النبيين سيدنا محمد واله وصحبه اجمعين، أَمَّا بَعْدُ قال تعالى : اعوذ بالله من الشيطان الرّجيم يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ۞ (البقرة : ١٨٣)ٴ
Segala Puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan mari kita senantiasa bersyukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat teriring Salam semoga tetap tercurah ke haribaan Nabi Agung Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa sallam. Pembaca yang kami kagumi rohimakumullah sebagaimana telah kita ketahui bahwa puasa ramadhan itu adalah wajib bagi kita ummat ilslam beriman sebagaimana diterangkan dalam al-quran. Namun ada hala yang perlu kita sama sama ketahu mengani syarat syaratnya. Dan berikut ini syarat-syarat wajib puasa yang kami kutif dari fiqih madzhab Syafi’i.
Kata Syiyam dan Shaum
Kata “Shiyam” (الصِّيَامِ) dan “Shaum” (الصَّوْمُ) keduanya adalah bentuk Mashdar yang arti menurut bahasanya ialah “menahan” dan menurut syara’ ialah menahan dari perkara yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh (tiap-tiap:pen.) hari yang dapat dibuat berpuasa oleh orang Islam, berakal sehat, suci dari haid dan nifas.
Keterangan:
Jadi Ucapan syiyam dan shaum itu sama-sam-isim masdar dari kata kerja “صام يصو صوما وصياما” kalimat ini mempunyai arti “menahan” jadi jika seseorang sedang menahan diri, maka itu bisa disebut dengan puasa menurut bahasa. Lain halanya kalau menurut Syara’. Kalau maneru syara’ yang dimaksudkan dengan kata puasa itu ialah menahan menahan diri dari segala bentuk dan perkara yang mengakibatjan batalnya puasa.
Syarat-syarat wajib puasa
Tertulis dalam kitab syarah taqrib yakni dalam fathul qorib sebagai berikut;
(وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الصِّيَامِ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ النُّسْخِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ (اْلِإسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالْعَقْلُ وَالْقُدْرَةُ عَلَى الصَّوْمِ) وَهَذَا هُوَ السَّاقِطُ عَلَى نُسْخَةِ الثَّلَاثَةِ، فَلَا يَجِبُ الصَّوْمُ عَلَى أَضْدَادِ ذَلِكَ.ٴ
Artinya: Syarat-syarat wajibnya berpuasa itu ada 3 perkara, menurut sebagian keterangan ada 4 perkara, yaitu :
- Islam.
- Sudah dewasa (baligh).
- Berakal sehat.
- Kuasa (mampu) mengerjakan puasa.
Syarat yang keempat (kuasa berpuasa, pen.) inilah yang dianggap gugur menurut keterangan yang mengatakan, bahwa syarat puasa itu hanya 3 perkara. Maka tidak wajib puasa bagi orang yang mempunyai sifat berlawanan dengan keempat tersebut di atas.
Keterangan Syarat Wajib Puasa
Saudara dan saudariku semua kaum muslimin dan muslimat yang sudah ‘aqil dan baligh. Jadi sudah cukup jelas menurut penjelasan dalam fiqih mengenai syarat wajibnya puasa itu ialah ada empat perkara yang apabila tidak ada pada diri kita dari empat perkara tersebut maka kita tidak diwajibkan puasa.
Misalnya kita adalah seprang muslim tapi belum ‘aqil dan baligh yakni belum dewasa maka kita tidak punya kewajiban puasa ramadhan.
Atau misal kita adalah seorang muslim yang mukmin sudah dewasa dan ber’akal sehat tapi tidak mampu atau tidak kuat untuk menunaikan puasa karena ada alasan ‘udzur syar’i seperti karena sudah pikun, atau karena sakit yang apa bila kita puasa maka akan bertambah sakinya dan mengakibatkan berbahyanya fisik kita, maka yang demikian itu juga tidak wajib puasa.
Kita seorang muslim yang mukmin sudah dewasa sudah baligh sebetulnya ia mampu berpuasa, tapi ‘akalnya tidak sehat, maka orang yang seperti ini juga tidak diwajibkan puasa.
Fardhunya Puasa
Jika kita menunaikan puasa ramadhan maka di dalamnya itu terdapat fardhunya yakni perkara yang wajib dilakukan, jika tidak dipenuhi maka puasanya tidak dianggap oleh Alla Subhanahu wa Ta’ala yakni tidak sah puasanya.
Dalam fiqih bermadzhab Syafi’i “Fathul qorib” tertulis sebagai berikut:
Teks aslinya Fardhu puasa
(وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ) أَحَدُهَا (النِّيَةُ) بِالْقَلْبِ فَإِنْ كَانَ الصَّوْمُ فَرْضاً كَرَمَضَانَ أَوْ نَذْراً، فَلَا بُدَّ مِنْ إِيْقَاعِ النِّيَةِ لَيْلاً، وَيَجِبُ التَّعْيِيْنُ فِيْ صَوْمِ الْفَرْضِ كَرَمَضَانَ، وَأَكْمَلُ نِيَّةِ صَوْمِهِ أَنْ يَقُوْلَ الشَّخْصُ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلَّهِ تَعَالَى (وَ) الثَّانِي (الْإِمْسَاكُ عَنِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ) وَإِنْ قَلَّ الْمَأْكُوْلُ وَالْمَشْرُوْبُ عِنْدَ التَّعَمُدِ، فَإِنْ أَكَلَ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً لَمْ يَفْطُرْ إِنْ كَانَ قَرِيْبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ، أَوْ نَشَأَ بَعِيْداً عَنِ الْعُلَمَاءِ وَإِلَّا أَفْطَرَ (وَ) الثَّالِثُ (الْجِمَاعُ) عَامِداً وَأَمَّا الْجِمَاعُ نَاسِياً فَكَالْأَكْلِ نَاسِياً (وَ) الرَّابِعُ (تَعَمُّدُ الْقَيْءِ) فَلَوْ غَلَبَهُ الْقَيْءُ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ
Terjemahan Fardhu puasa bahasa indonesia
Artinya: Adapun fardunya puasa itu ada 4 perkara. Yaitu;
Pertama : Niat dalam hati, jika puasa mu fardu, seperti puasa Ramadan atau karena nadzar, maka wajib menjatuhkan niat pada malam hari. Wajib menjelaskan niat dalam puasa fardlu seperti puasa Ramadlan. Sedangkan sempurnanya niat puasa Ramadlan yaitu jika seseorang mengucapkan :
“Aku niat puasa hari esuk untuk mengerjakan fardlunya Ramadlan tahun ini karena Allah “Ta’ala”.
Kedua : Menahan dari makan dan mirum meskipun yang dimakan dan yang diminum itu hanya sedikit dalam “keadaan sengaja, jika seseorang makan karena lupa atau memang tidak tahu (bodoh) maka tidak bathal puasanya. Hal ini bila orang tersebut baru saja masuk Islam atau jauh dari ulama. Dan jika memang sudah lama memeluk agama Islam, maka bathal puasanya.
Ketiga : Bersetubuh dengan sengaja. Sedangkan bila dalam ke adaan lupa, maka hukumnya seperti halnya orang yang makan karena lupa.
Keempat : Sengaja muntah muntah, jika muntah-muntahnya itu wajar (tidak dipaksakan, pen) maka tidak membatalkan puasanya.
Keterangan Fardhunya puasa
Setiap seorang mulim yang mukmin akanmenunaikan puasa ramdhan itu wajib berniat pada malam harinya. jika tidak berniat pada malam harinya maka puasanya tidak sah. Adapun waktunya nia itu ada pada waktu setelah terbenam mata hari sampai denmgan sebelum terbit fajar. Jika seseorang berniat puasa ramdhan itu dilakukan setelah adzan subuh atau stelah terbit fajar shidiq maka dinyatakan puasanya tidak sah.
Terkait masalah niat itu ada perbedaan. Khusus bagi yang bermadzhab Syafi’i maka wajib menyatakan niat fardhunya ramadhan dan sunnah diucapkan setidak-tidaknya steleah berbuka puasa petang hari sebelum sholat magrib.
Untuk nomor 2 sampai dengan nomor 4 kami tidak menerangkannya karena sudah cukup jelas meski tanpa penjelasan.
Niat Puasa Ramadhan
Nia puasa pada umumnya dilafadzkan setelah sholat tarwih. Dan bagi saudaraku muslim muslimat yang biasa mengucapkan niat mak berikut in kami tuliskan lafadz niat puasa ramadhan;
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيِّطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ۞ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ الشَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ فَرْضًا لِّلّٰهِ تَعَالَى
Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Saya berniat puasa besok pagi untuk menunaikan fardu bulan ini pad bulan ramadhan tahun ini frdhu karena Allah.
Demikian uraian materi tentang; Syarat Wajib Puasa Ramadhan Menurut Fiqih Dalam Fathul Qorib – Mudah mudahan materi ini dapat meberikan manfaat dari inti uraian tersebut. Mohon Abaikan saja uraian kami ini, jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab, wa bihi nasta’in.