Zakat Fitrah Dengan Uang Bolehkah dan Bagaimana Hukumnya – Pembaca yarham kumullah, Pada halaman ini fiqih.co.id akan memberikan materi tentang Membayar Zakat Fitrah Dengan Uang Yakni berfitrah diganti dengan uang mari kita simak urtainanya.
Daftar Isi
Zakat Fitrah Dengan Uang Bolehkah dan Bagaimana Hukumnya
Pada dasarnya zakat fitrah itu adalah makanan Pokok sesuai dengan daerahnya masing-masing. Zakat tersebut deburikan untuk mereka utmanya faqir dan miskin, namun tidak mengapa juga jika disalurkan kepada 8 asnaf dari mustahiq yang ada. Zakat fitrah boleh juga langsung hanya diberikan kepada satu orang mustahiq, berbeda halnya dengan zakat uang.
Zakat Fitrah Dengan Uang Bolehkah
Mengenai zakat fitrah dengan menggunakan uanga itu ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha. Dalam masalah ini menjadi dua pendapat. Pertama, pendapat yang membolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Tsauri. Sedangkan Jumhur dari Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah itu tidak membolehkan.
Dalam Menunaikan Zakat Fitrah
Dalam penunaian kewajiban zakat fitrah, ada pula ulama yang membolehkannya dalam bentuk uang sesuai dengan pendapat imam Hanafi, Ats-Syauri dan Al-Hasan Basri, namun imam-imam lainnya seperti imam Malik, Syafi’i dan Imam Ahmad tidak merekomendasikannya. Demikian pula seluruh ulama dari kalangan pengikut salafus shalih memfatwakan agar menggunakan bahan makanan pokok untuk zakat fitrah.
Alasannya misalkan saja dibolehkan digantikan dengan uang, maka tentunya Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam dan seluruh sahabat pernah melakukannya, sedangkan pada zaman Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam sudah dikenal mata uang berupa dirham dan dinar .
Diantara Dalil Zakat fitrah dengan makanan pokok
حدثنا يحيى بن محمد بن السكن حدثنا محمد بن جهضم حدثنا إسماعيل بن جعفر عن عمر بن نافع عن أبيه عن بن عمر رضى الله تعالى عنهما قال فرض رسول الله صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةُ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمَرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤْدَى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسَ إِلَى الصَّلَاةِ (صحح البخاري)
Artinya: Yahya bin Muhammad bin As-Sakan teleh mengkhabarkan pada kami, Teleh mengkhabarkan pada kami Muhammad bin Juhdhum, telah mengkhabrkan pada kami Isma’il bin Ja’far dari Amr bin Nafi’ dari ayahnya dari Ibnu Umar ra berkata, “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, anak kecil, dan orang dewasa dari umat Islam. Beliau juga memerintahkan untuk membayarkannya sebelum keluar untuk shalat Ied.” (HR Bukhari Muslim).
Pendapat Yang Tidak Membolehkan Fitrah dengan Uang
Dari hadits di atas Imam Malik, Syafii, dan Hambali menyebutkan bahwa zakat fitrah harus dengan makanan pokok. Ketika Imam Ahmad bin Hanbal ra ditanya tentang membayar zakat fithrah dengan uang maka beliau menjawab,”Aku takut hal itu tidak memadai dan hal itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW”. Sehingga beliau menganggap bahwa hal itu adalah bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW.
Ibnu Hazm pun termasuk kalangan yang tidak membenarkan untuk membayar zakat fithrah dengan uang sebagai pengganti dari makanan pokok. (Lihat Al-Muhalla 6/137).
Pendapat Yang Membolehkan Fitrah dengan Uang
Imam At-Tsauri dan Imam Abu Hanifah ra adalah membolehkan membayar zakat fithrah dengan nilainya berupa uang atau sejenisnya. Dalil yang mereka gunakan dalam membolehkan membayar harta zakat fithrah dengan menggunakan uang antara lain adalah;
Sabda Rasulullah shallallahu’aliahi wasallam :
“أَغْنُوْهُمْ عَنِ السُّؤَالِ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ.” (رواه دار قطني وبيهقي) مذاهب الأربعة، مجلدـ : ١، صحيفةـ :٤٨٤)ٴ
“Cukupilah mereka (orang miskin) pada hari ini”. (H R Daru quthni dan Baihaqi) – (Madzahibul arabaah Jilid 1 halaman 484)
Hadits di atas menunjukkan tujuan pengeluaran zakat fitrah. Nah, mencukupi fakir miskin bisa terwujud dengan uang atau sejenisnya. Bahkan dengan uang bisa jadi lebih utama karena banyaknya makanan malah membuat mereka harus menjualnya untuk memenuhi kebutuhan lain yang juga penting. Sedangkan dengan uang akan lebih fleksibel karena mereka bisa langsung mendapatkan apa yang mereka butuhkan saat itu juga.
Ibnul Munzir juga menyebutkan bahwa para shahabat membolehkan mengeluarkan nilainya. Dalilnya ada di antara mereka yang mengeluarkan 1/2 sha dari Qomh (gandum) karena mereka berpendapat bahwa hal itu sebanding dengan satu sha’ kurma dan tepung gandum.
Diantara Pendapat Bolehnya Zakat Fitrah dengan uang
Dalam Kitab Madzahibul arabaah tertulis juga sebagai berikut;
الحنفية في كتاب مذاهب الأربعة صحيفة : ٤٨٤ مجلد : ١، البيت الرابعة من أسفلها : وَيَجُوْزُ لَهُ أَنْ يُخْرِجَ قِيْمَةَ الزَّكَاةِ الْوَاجِبَةِ مِنَ النُّقُوْدِ، بَلْ هَذَا أَفْضَلُ؛ لِأَنَّهُ أَكْثَرُ نَفْعًا لِلْفُقَرَاءِ، وَيَجُوْزُ دَفْعُ زَكَاةِ جَمَاعَةٍ إِلَى مِسْكِيْنٍ وَاحِدٍ، كَمَا يَجُوْزُ دَفْعُ زَكَاةِ الْفَرْدِ إِلَى مِسْكِيْنٍ،( مذاهب الأربعة، مجلدـ : ١، صحيفةـ :٤٨٤)ٴ
Dan dipebolehkan baginya mengeluarkan harganya zakat al-wajibah seperti dari bentuk uang, bahkan ini justru lebih utama sebab bentuk uang itu lebih banyak manfaatnya bagi para faqir miskin, dan boleh juga memberikan zakat fitrah kepada satu orang miskin saja, sebagaiman bolehnya memberizakat peorangan kepada seorang miskin. (Dikutip dari Madzahibul arabaah Jilid 1 halaman 484)
Dalil Tentang Zakat
Dalil mereka antara lain firman Allah SWT
١٠٣- خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
(artinya),” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui..” (QS at-Taubah [9] : 103).
Menurut mereka, ayat ini menunjukkan zakat asalnya diambil dari harta (mal), yaitu apa yang dimiliki berupa emas dan perak (termasuk uang). Jadi ayat ini membolehkan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang. (Rabi’ Ahmad Sayyid, Tadzkir al-Anam bi Wujub Ikhraj Zakat al-Fithr Tha’am, hal. 4).
Salah satu diantara Hadits tentang zakat fitrah
Dihadits lain yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Sa’id bin Al Khudri ia berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ فَلَمْ نَزَلْ نُخْرِجُهُ حَتَّى قَدِمَ عَلَيْنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا فَكَلَّمَ النَّاسَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَكَانَ فِيمَا كَلَّمَ بِهِ النَّاسَ أَنْ قَالَ إِنِّي أَرَى أَنَّ مُدَّيْنِ مِنْ سَمْرَاءِ الشَّامِ تَعْدِلُ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ فَأَخَذَ النَّاسُ بِذَلِكَ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ فَأَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أُخْرِجُهُ أَبَدًا مَا عِشْت
“Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih hidup, kami membayar zakat fithrah untuk setiap orang, baik anak kecil maupun dewasa, merdeka maupun budak, yaitu satu sha’ makanan berupa keju, atau gandum, atau kurma atau anggur kering. Pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dia berpidato di hadapan jama’ah haji atau umrah, katanya antara lain; “Dua Mud gandum negeri Syam sama dengan satu sha’ kurma.” Karena pidatonya itu maka banyak orang yang membayar zakat fithrahnya seperti itu. Abu Sa’id berkata, “Tetapi aku tetap saja membayar seperti apa yang telah kulakukan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir hayatku.”
Imam Bukhari, dan Imam Ibnu Taimiyah. (As-Sarakhsi, al-Mabsuth, III/107; Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, XXV/83).
Perbedaan pendapat tentang zakat fitrah uang apa makanan pokok?
Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam suatu perkara, maka mesti adanya tasamun (saling toleransi) dan tafahum (saling memahami). Dengan demikian tidak mudah terjebak pada fanatisme golongan.
Ada bebrapa hal yang perlu koreksi bersama dalam masalah tersebut. Pertama, kami ingin mengoreksi seseorang yang menyalah-nyalahkan bahkan mengecam kepada pendapat ulama yang membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang. Jika ada cara-cara yang dilakukan seperti tersebut itu merupakan perbuatan yang tidak terpuji.
Dalam masalah-malasah ijtihadiyah yang diperselisihkan para fuqaha, seseorang tidak boleh mengecam atau menyerang orang lain yang menerima dan melaksanakan salah satu di antara pendapat-pendapat tersebut.
Mari kita bersikap santun. Bila ia mempunyai pendapat yang berbeda dengan ulama yang lain, maka ia harus bersikap tawadhu, rendah hati. Ulama sekaliber Imam Syafi’i, mujtahid yang sangat handal saja berkomentar tentang pendapatnya dengan mengatakan, ”Bisa jadi pendapatku benar, tapi bukan tak mungkin di dalamnya mengandung kekeliruan. Bisa jadi pendapat orang lain salah, tapi bukan tak mungkin di dalamnya juga mengandung kebenaran.”
Perkara yang tidak ada Nashnya
Setiap masalah yang tidak ada nash-nya yang qath’i (pasti), dengan sendirinya masuk dalam wilayah ijtihadiyah. Jadi mengenai zakat fitrah dengan makanan pokok yang dikeluarkan juga dengan harganya itu masuk pada wilayah ijtihad yang boleh jadi satu mujtahid dengan mujtahid yang lain berbeda pendapat (ikhtilaf).
Dalam masalah ini, sebagai orang awam (kebanyakan), kita boleh bertaqlid (mengikuti salah satu mazhab yang menjadi panutan dan diterima oleh umat). Allah tidak membebani kita di luar batas kemampuan yang kita miliki. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya….” (Al-Baqarah [2]: 286).
Pembayaran Zakat Dengan Uang
Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Sesungguhnya pula, pendapat ini sudah dilaksanakan pada generasi terbaik setelah generasi sahabat (salafus-shalih). Setelah generasi sahabat yaitu generasi tabi’in yang mengikuti jejak para sahabat dengan baik. Praktik semacam ini sudah dilaksanakan pada pemerintahan Khulafaur-Rasyidin kelima, yaitu Umar bin Abdul Aziz.
Kesimpulan :
- Dalil-dalil pendapat pertama (zakat fitrah dengan bahan makanan pokok) lebih kuat dibandingkan dalil-dalil pendapat kedua (dengan uang).
- Mengeluarkan zakat fitri dengan uang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pada masa beliau mata uang sudah ada namun tidak dinukil kabar bahwa beliau memerintahkan kepada para sahabatnya mengeluarkan zakat fithri dengan dinar ataupun dirham.
- Ibadah ini telah dibatasi dengan tempat, waktu, jenis dan ukurannya, maka tidak boleh diselisihi karena ibadah harus berdasarkan dalil.
- Mengeluarkannya dengan uang berarti mengubah zakat fitri dari suatu syi’ar yang tampak menjadi shodaqoh yang tersembunyi. Sesuai dengan kaidah bahwa tidak boleh berpindah kepada ganti (badal) melainkan bila aslinya tidak ada.
- Jika Taklid kepada salah satu imam seperti kepada Imam Hanafi, Ats-Tsauri dan Al-Hasan Basri maka zakat fitrah dengan ung itu dibolehkan bahkan dalam keadaan tertentu mungkin itu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya, akan tetapi jika kita ikuti Jumhur Ulama maka untuk afdolnya tetap bahan makanan pokok.
- Kami fiqih.co.id, selama ini tidak pernah mengeluarkkan zakat fitrah dengan uang. Tapi kami juga sangat menghargai pendapat sebagaimana yang kami terangkan di atas.
Demikian uraian materi tentang; Zakat Fitrah Dengan Uang Bolehkah dan Bagaimana Hukumnya – Mudah mudahan materi ini dapat meberikan manfaat dari inti uraian tersebut. Mohon Abaikan saja uraian kami ini, jika pembaca tidak sependapat.Terima kasih atas kunjungannya. Wallahu A’lamu bish-showab.